Minggu, 04 Juli 2010

MANAJEMEN LEMBAGA DAN ORGANISASI SEKOLAH

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH
Peranan sekolah sebagai lembaga pendidikan adalah mengembangkan potensi manusiawi yang dimiliki anak-anak agare mampu menjalankan tugas-tugas kehidupan sebagai manuasia, baik secara individual maupun sebagai anggota msyarakat. Kegiatan untuk mengembangkan potensi itu harus dilakukan secara berencana, terarah dan sistematik guna mencapai tujuan tertentu.
Pengorganisasian suatu sekolah tergantung pada beberapa aspek antara lain: jenis, tingkat dan sifat sekolah yang bersangkutan. Susunan organisasi sekolah tertuang dalam Keputusan Menteri Pendidikan dan kebudayaan tentang susunan organisasi dan tata kerja jenis sekolah tersebut (Depdikbud, 1983:2). Dalam struktur organisasi terlihat hubungan dan mekanisme kerja antara kepala sekolah, guru, murid dan pegawai tata usaha sekolah serta pihak lain di luar sekolah. Koordinasi, integrasi dan sinkronisasi komponen-komponen di atas diselenggarakan untuk mencapai tujuan pendidikan sekolah yang bersangkutan melalui pendekatan pengadministrasian yang efektif dan efisien.
Organisasi sekolah dilihat dari jenjangnya terdapat : jenjang pra sekolah, Taman Kanak-Kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Lanjutan Tingat Pertama/ Sekolah Menengah Pertama (SLTP/SMP), Sekolah Menengah Umum/ Sekolah Menengan Atas (SMU/SMA), dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) serta perguruan Tinggi. Dilihat dari jenis ada dua yaitu sekolah umum dan sekolah kejuruan, dilihat dari penyelenggara pendidikannya, terdapat sekolah negeri dan sekolah swasta.


B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud Lembaga Pendidikan?
2. Bagaimana struktur organisasi di sekolah?
3. Pentingnya organisasi sekolah?




BAB II
PEMBAHASAN

A. LEMBAGA-LEMBAGA PENDIDIKAN
Lembaga Pendidikan merupakan badan atau instansi yang menyelenggarakan usaha pendidikan. Bukan hanya sekolah, termasuk kursus resmi, kursus privat, dan lain-lain yang mempunyai ciri adanya kegiatan belajar. Di Indonesia ini terdapat banyak sekali lembaga pendidikan dengan tujuan, kurikulum dan lulusan yang berbeda-beda. Namun secara umum diketahui bahwa dalam lembaga pendidikan selalu terdapat komponen-komponen penting yang menentukan keberhasilan sebuah lembaga.
Komponen-komponen yang dimaksud adalah:
4. Komponen siswa, yaitu subyek belajar yang menurut jenis dan sifat lembaganya dapat disebut sebagai siswa, mahasiswa, peserta khusus.
5. Komponen guru, yaitu subyek yang memberikan pelajaran yang sebutannya dapat berupa guru, dosen, penyaji, penatar.
6. Komponen kurikulum, materi atau bahan pelajaran yang diajarkan, yang memberikan ciri pada lembaga pendidikan dan mencerminkan kualitas lulusannya.
7. Komponen sarana dan prasarana, yaitu komponen penunjang terlaksanya proses pengajaran.
8. Komponen pengelola, yaitu orang-orang yang mengurus penyelenggaraan lembaga menyangkut pengelolaan dalam memimpin, mengorganisasikan, mengarahkan, membina serta mengurus tatalaksana lembaga. Termasuk dalam komponen pengelola adalah kepala sekolah, petugas bimbingan, pustakawan, staf tata usaha, bendaharawan, pesuruh, penjaga malam.
Dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 tentang pebdidikan tertera pada Pasal 31 disebutkan sebagai berikut:
1. Tiap-tiap warga Negara berhak mendapat pengajaran.
2. Pemerintah mengusahakan dan menyelanggarakan satu system pengajaran nasional, yang diatur dengan undang-undang.
Sesuai dengan makna undang-undang tersebut maka untuk membantu pemerintah, dimungkinkan bagi badan-badan atau yayasan swasta untuk menyelanggarakan pendidikan sepanjang tidak menyimpang dari ketentuan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Dengan demikian maka menurut penyelenggaraannya lembaga-lembaga pendidikan dapat dibedakan atas:
1. Lembaga Pendidikan Negeri yang diselenggarakan oleh:
a. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, yaitu Sekolah Dasar (SD), SMP, SMA, SGO, SMKK, SMEA, SMIK dan berbagai Perguruan Tinggi.
b. Departemen-departemen selain Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, antara lain:
1) Departemen Agama menyelanggarakan:
• Madarasah Ibtidaiyah (setingkat SD)
• Madrasah Tsanawiyah (setingkat SMP)
• Madrasah A’liyah (setingkat STMA)
• IAIN (Institut Agama Islam Negeri) tahun 2007 berubah menjadi UIN (Universitas Negeri Islam), setingkat Perguruan Tinggi
2) Departemen Hankam menyelanggarakan lembaga pendidikan Tingkat Perguruan Tinggi yaitu:
• AKABRI (Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia)
• UPN “Veteran” (Universitas Pembangunan Nasional)
• SMA TN (Taruna Negara)
3) Departemen Kesehatan menyelanggarakan:
• SMF (Sekolah Menengah Farmasi)
• Akademi Perawat
• Akademi Kebidanan
• Sekolah Perawat Kesehatan
4) Departemen Dalam Negeri menyelenggarakan:
• APDN (Sekolah Pemerintahan Dalam Negeri)
5) Departemen Pertanian menyelenggarakan:
• SPMA (Sekolah Pertanian Menengah Atas)
• SPbMA (Sekolah Perkebunan Menengah Atas)
• Sekolah Perikanan
6) Departemen Perhubungan menyelenggarakan :
• Sekolah Penerbangan
• Sekolah Pelayaran
• Sekolah Perkapalan
7) Departemen Perindustrian menyelenggarakan :
• SMK (Sekolah Menengah Kejuruan)
8) Departemen Sosial menyelenggarakan:
• SMPS (Sekolah Menengah Pekerja Sosial)
2. Lembaga-lembaga Pendidikan Swasta
Yaitu lembaga yang diselenggrakan oleh yayasan-yayasan swasta seperti; Yayasan Ma’arif, Yayasan Muhammadiyah, dll. Yayasan pendidikan swasta diberi kebebasan memasukkan ide-ide atau prinsip-prinsip yang ingin ditanamkan pada siswa-siswinya kecuali hal-hal pokok terkait kurikulum yang berkaitan dengan pembentukan warga negara, banyaknya hari masuk sekolah, banyaknya hari libur, sarana penunjang dan lainnya harus menguikuti peraturan yang berlaku.
Lembaga Pendidikan ditinjau dari:
a. Sifatnya
1) Lembaga Pendidikan Formal
Bersifat permanen, dalam jangka lama, waktu belajar cukup banyak, mempunyai efek jenjang dalam lapangan pekerjaan.
2) Lembaga Pendidikan Non Formal
Bersifat relative tidak permanen artinya diselenggarakan apabila diperlukan, jangka waktu belajar kurang terikat, tidak mempunyai efek jenjang lapangan pekerjaan.
b. Tingkatannya
1) Pra sekolah (TK)
• Tingkat A umur 3-4 tahun
• Tingkat B umur 4-5 tahun
• Tingkat C umur 5-6 tahun
Klasifikasi berdasarkan daya tampung dan fasilitas yaitu :
• TK Persiapan
Secara manajemen maupun edukatif belum memenuhi persyaratan ynag dituntut oleh kurikulum yang berlaku.
• TK Biasa
Secara teknis manajemen maupun edukatif sudah sesuai dengan kurikulum yang berlaku, tetapi masih perlu meningkatkan baik secara kuantitatif maupun kualitatif baik di bidang fisik, material, personel, dan kurikulum.
• TK Tealadan
Tk ini layak untuk dijadikan contoh untuk TK yang lain karena telah mantap dalam hal pelaksanaan kurikulum ynag berlaku dan juga keadaan fisik, material, personel ynag memadai.
• TK Pembina
Didirikan oleh pemerintah di ibukota provinsi atau kabupaten/kota madya dan berstatus TK Negeri yang dijadikan model contoh dengan syarat yang relatif baik dari TK teladan.
TK ini ditetapkan 3 tipe yaitu :
 Tipe A, memiliki daya tampung maksimal 6 kelompok belajar @ 36 anak dan maksimal 6 kelompok belajar @ 20 anak.
 Tipe B, memiliki daya tamping maksimal 5 kelompok belajar @ 36 anak dan maksimal 5 kelompok belajar @ 20 anak.
 Tipe C, memiliki 4 kelompok belajar.
2) Sekolah Dasar (SD)
Sekolah Dasar merupakan Lembaga Pendidikan Formal paling rendah diperuntukkan bagi anak-anak usia 7-14 tahun. Menurut daya tampungnya SD terbagi 4 tipe :
• Tipe A, memiliki daya tamping maksimal 12 kelompok belajar dengan @ 40 siswa, dan banyaknya siswa 361-486 orang
• Tipe B, memiliki daya tamping antara 6-9 kelompok belajar dengan @ 40 siswa, dan kelompok siswa 181-360
• Tipe C, memiliki daya tampung 6 kelompok belajar , dan banyaknya siswa 91-100 orang
• Tipe D, memiliki daya tampung 6 kelompok belajar, dengan banyaknya siswa 50-90 orang.
Di Indonesia dikenal 2 jenis SD lain yaitu SD PAMONG dan SD kecil. Pada umumnya SD PAMONG adalah SD yang dikelola oleh para pamong praja atau orang-orang yang bekerja di kalurahan. PAMONG adalah suatu singkatan dari pendidikan Anak Oleh masyarakat, orang tua dan Guru. SD PAMONG ini mula-mula merupakan satu eksperimen pendekatan dalam belajar mengajar bagi pendidikan dasar yang tidak dilaksanakan seprti biasanya, tapi menggunakan modul.siswa-siswa tidak duduk belajar dan diajar oleh guru, tetapi mengambil modul kemudian dapat mempelajarinya sendiri dimana saja.
SD kecil adalah SD biasa yang tidak cukup siswanya untuk masing-masing kelas 40 orang. Sekarang juga pengajaran dengan modul. Contoh SD Kecil terdapat di suatu ruangan siswa-siswa dari beberapa kelas, dikelola oleh seorang guru. Oleh karana itu yang dipelajari siswa bahannya tidak sama, tidak mungkin bagi gurub tersebut mengajarkan dengan system klasikal seperti pada SD biasa.
3) Sekolah Luar Biasa
Sekolah luar biasa adalah suatu lembaga pendidikan yang diperuntukkan bagi anak-anak yang mempunyai kelainan baik fisik maupun mental. Kelain fisik dapat terjadi pada penglihatan, alat bicara, atau anggota tubuh yang lain. Kelainan mental yang dididik pada Sekolah Luar Biasa (SLB) masih belum keterlaluan sehingga masih dapat dididik.
Menurut jenis anak yang dididik dengan kelainan ada 5 jenis SLB yaitu :
• SLB Bagian A adalah tempat untuk anak-anak tuna netra
• SLB Bagian B adalah tempat untuk anak-anak tuna rungu
• SLB Bagian C adalah tempat untuk anak-anak lemah ingatan ( bukan sakit ingatan) yaitu anak-anak yang daya pikirnya lebih rendah dari anak-anak normal sehingga tidak mampu mengikuti pelajaran SD biasa. Organ mereka tidak cacat.
• SLB bagian D adalah tempat anak-anak tuna daksa atau cacat tubuh.
• SLB bagian E adalah tempat untuk anak-anak tuna laras yaitu anak-anak nakal yang mempunyai kesulitan bergaul dalam masyrakat. Oleh karena itu anak-anak ini juga disebut tuna social. Misalnya anak nakal, suka mencuri, suka membunuh.



Sesuai dengan daya tampungnya, maka SLB dibagi menjadi 4 tipe :
• Tipe A, memiliki daya tampung maksimal 20 kelompok belajar @ 12 siswa minimal 100 orang siswa.
• Tipe B, memiliki daya tampung maksimal 15 kelompok belajar @ 12 siswa minimal 75 orang siswa.
• Tipe C, memiliki daya tampung maksimal 10 kelompok belajar @ 12 siswa minimal 50 orang siswa.
• Tipe D, memmiliki daya tampung 8 kelompok belajar @ 12 orang 40 orang siswa
4) Sekolah Menengah Pertama (SMP)
Untuk lembaga pendididkan formal tingkat menengah pertama (dalam hal ini SMP) ditetapkan tipe-tipe sekolah sebagai berikut :
• Tipe A, memiliki daya tampung maksimal 33 kelompok belajar @ 40 siswa dengan jumlah minimal 1200 siswa.
• Tipe B, memiliki daya tampung maksimal 23 kelompok belajar @40 siswa dengan jumlah minimal 800 siswa
• Tipe C, memiliki daya tampung maksimal 12 kelompok belajar @ 40 siswa dengan jumlah minimal 400 siswa.
• Tipe D, memiliki daya tampung maksimal 7 kelompok belajar @ 40 siswa dengan jumlah minimal 250 siswa.
5) Sekolah Menengah Atas (SMA)
Sekolah Menengah Atas adalah sekolah yang memberikan pendidikan umum, bukan kejuruan. Untuk SMA ditetapakn adanya 3 tipe :
• Tipe A, memiliki daya tampumg maksimal 33 kelompok belajar @ 35 siswa dengan jumlah minimal 850 siswa.
• Tipe B memiliki daya tampung maksimal 24 kelompok belajar @ 35siswa dengan jumlah minimal 400 siswa
• Tipe C memiliki daya tampung maksimal 12 kelompok belajar @ 35siswa dengan jumlah minimal 200 siswa
6) Sekolah Pendidikan Guru (SPG)/(SGA)
Berdasarkan kurikulum sekolah pendidikan guru tahun 1976 maka SPG memilki 2 jurusan yaitu jurusan taman kanak-kanak dan jurusan sekolah dasar. Penjurusan dilakukan mulai smester III. Menurut kurikulum lama (1968) kedua jurusan tersebut merupakan 2buah sekolah yang terpisah yaitu: SGTK (Sekolah Guru Taman Kanak-Kanak) dan SPG (Sekolah Pendidikan Guru), khusus untuk mendidik calon guru skolah dasar.
Lulusan SPG jurusan Tk berhak mengajar di Taman Kanak-Kanak dan kelas paling bawah di sekolah dasar (I, II, III), sedangkan lulsan dari jurusan SD berhak mengajar disemua kelas kelas di SD.
Disamping mengenal jurusan, di SPG juga terdapat progam spesialisasi. Progam spesialisasi ini dimaksudkan untuk profesionalisasi jabatan guru di SD. Para jurusan SD diharapkan dapat berfungsi ganda yaitu sebagai guru kelas tetapi dimungkinkan dapat menjadi guru bidang studi atau bidang pelajaran. Untuk menunjang tujuan tersebut maka siswa SPG mulai smester 3 harus mengikuti progam spesialisasi yaitu satu pasang bidang pengajaran antara lain: Bahasa Indonesia dan IP, Matematika dan IPA, Bahasa Indonesia dan Kesenian, IPS dan Matematika, Bahasa Indonesia dan Ketrampilan.
Menurut ukuran daya tampung maka terdapat 4 tipe sekolah:
• Tipe A, memiliki daya tampung maksimal 35 kelompok belajar @ 40 siswa dengan jumlah minimal 1360 siswa.
• Tipe B, memiliki daya tampung maksimal 24 kelompok belajar @ 40 siswa dengan jumlah minimal 910 siswa.
• Tipe C, memiliki daya tampung maksimal 12 kelompok belajar @ 40 siswa dengan jumlah minimal 450 siswa.
• Tipe D, memiliki daya tampung maksimal 6 kelompok belajar @ 40 siswa dengan jumlah minimal 220 siswa.
c. Jenis sekolah
Ditinjau dari jenis sekolah dibedakan menjadi sekolah umum dan sekolah kejuruan.


1) Sekolah Umum
Adalah sekolah yang yang bertujuan memberikan pendidikan yang sifatnya masih umum agar lulusannya punya bekal pengetahuan untuk melanjutkan sekolahnya ketingkat pendidikan yang lebih tinggi. Pembedaan antara sekolah umum dengan sekolah kejuruan dimulai ditngkat sekolah menengah, mengingat:
 sekolah dasar memberikan pengetahuan yang sifatnya dasar dan penting. Pengetahuan yang diberikan di Sekolah Dasar merupakan pengetahuan minimal yang diperlukan untuk hidup sebagai individu, anggota masyarakat dan warga Negara. Pendidikan yang bersifat kejuruan dirasa terlalu dini karena anak-anak di Sekolah Dasar masih terlalu kecil untuk bekerja.
2) Sekolah kejuruan
Sekolah Kejuuruan adalah sekolah-sekolah yang memberikan progam khusus agar lulusannya mampu memasuki dunia kerja. Contoh SMKK, SMEA,SPMA, SPG, SGO, dan sebagainya.

B. ORGANISASI PENDIDIKAN
Organisasi secara umum dapat diartikan memberi struktur atau susunan yakni dalam penyusunan penempatan orang-orang dalam suatu kelompok kerja sama, dengan maksud menempatkan hubungan antara orang-orang dalam kewajiban-kewajiban, hak-hak dan tanggung jawab masing-masing. Dalam suatu susunan atau struktur organisasi dapat dilihat bidang, tugas dan fungsi masing-masing kesatuan serta hubungan vertical horizontal antara kesatuan-kestuan tersebut. Organisasi pendidikan dapat disebut sebagai system pendidikan. Dalam penyelenggaraan pendidikan lembaga pendidikan tidak dapat lepas dari organisasi untuk seluruh Negara. Untuk organisasi ini Mulyani A Nurhadi mmbedakan menjadi dua yaitu organisasi macro dan mikro.
Organisasi pendidikan macro adalah organisasi pendidikan dilihat dari segi organisasi secara luas. Dalam struktur organisasi sebelum otonomi daerah organisasi pendidikan pada tingkat makro dibedakan atas: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan tingkat Pusat, Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kantor Pendidikan Dan Kebudayaan di Kabupaten/Kotamadya dan Kantor Pendidikan dan Kebudayaan tingkat Kecamatan.
Organisasi pendidikan mikro adalah organisasi pendidikan dilihat dengan titik tolak dengan unit-unit yang ada pada suatu sekolah atau lembaga pendidikan penyelenggara langsung proses belajar mengajar. Struktur disetiap sekolah atau lembaga tidak seluruhnya sama. Mungkin disuatu sekolah terdapat sesuatu unit sekolah yang disekolah lain tidak terdapat karena disebabkan kekurangan tenaga atau sarana lain.
BENTUK-BENTUK ORGANISASI SEKOLAH
Setiap unit kerja dipimpin oleh seorang kepala/pimpinan yang menduduki posisi menurut tingkat unit kerjanya di dalam keseluruhan organisasi. Posisi, tanggung jawab dan wewenang di dalam suatu kelompok formal terikat pada struktur dan dibatasi oleh peraturan-peraturan yang mendasari pembentukan organisasi kerja tersebut. Hubungan kerja yang didasari wewenang dan tanggung jawab, baik secara vertical maupun horizontal dan diagonal akan menunjukan pola tertentu sebagai mekanisme kerja. Dengan kata lain pembagian tugas, pelimpahan wewenang dan tanggung jawab serta arus perwujudan tugas, akan menggambarkan tipe atau bentuk organisasi kerja. Tipe-tipe organisasi itu antara lain:
1. Organisasi Lini (Line Organization)
Dalam tipe ini semua hak dan kekuasaan berada pada pimpinan tertinggi. Personal yang lain disebut bawahan tidak mempunyai hak dan kekuasaan sekecil apa pun karean hanya berkedudukan sebagai pelaksana tugas dari atasan. Tidak dibenarkan adanya inisiatif dan kreativitas, semua tugas harus dilaksanakan sebagaimana diperintahkan. Saluran perintah dan penyampaian tanggung jawab dalam organisasi tipe ini dilakukan melalui prosedur dari atas ke bawah dan sebaliknya.
2. Organisasi Staf (Staff Organization)
Dalam tipe ini semua hak, kekuasaan dan tanggung jawab dibagi habis pada unit kerja yang ada secara bertingkat. Setiap unit memperoleh sebagian hak dalam menentukan kebijakan sepanjang tidak bertentangan dengan kebijaksanaan umum dari pimpinan tertinggi. Wewenang dan tanggung jawab dilimpahkan secara luas, sehingga pimpinan berkedudukan sebagai coordinator. Tanggung jawab disampaikan secara bertingkat sesuai dengan hak dan kekuasaan yang dilimpahkan.
3. Bentuk Gabungan (Line and Staff Organization)
Tipe ini sebagai gabungan dari kedua tipe di atas, menempatkan pimpinan tertinggi sebagai pemegang hak dan kekuasaan tertinggi dan terakhir. Tidak semua hak, kekuasaan dan tanggung jawab dibagi habis pada unit kerja yang ada, tugas yang bersifat prinsipil tetap berada pada atasan/pimpinan tetinggi. Pimpinan unit kerja sebagai staf memperoleh wewenang dalam bidang kerja masing-masing sepanjang tidak berhubungan dengan tugas yang menjadi wewenang atau kekuasaan pimpinan tertinggi.
Staf dapat dibedakan menjadi dua jenis berdasarkan fungsinya:
a. Staf sebagai Penasihat (Advisory Staff atau Advisory Committee)
Dalam menjalankan tugasnya dilakukan dengan memberikan bahan-bahan pertimbangan, saran-saran dan pendapat agar pimpinan tertinggi dapat menetapkan keputusan secara baik dan tepat. Pendapat tersebut dapat disampaikan baik dimnta maupun tidak oleh pimpinan tetinggi.
b. Staf Eksekutif (Executive Staff)
Anggota staf sebagai pembantu pimpinan tertinggi memperoleh kewengan dalam menetapakan keputusan sepanjang tidak bertentangan dengan kebijakasanaan pokok dari pimpinan. Kewenangan staf dalam mengambil keputusan terbatas dalam bidangnya masing-masing dan bilamana berkenaan dengan tugas-tugas yang bersifat prinsipil kewenganan itu dilakasakan setelah mendapat persetujuan dari pimpinan tertinggi.
4. Organisai Fungsional (Fungsional Organization)
Dalam tipe ini pembagian hak dan kekuasaan dilakukan berdasar fungsi yang diemban oleh unit kerja dan terbatas pada tugas-tugas yang memerlukan keahlian khusus. Sehingga personal yang diangkat dan menerima wewenang untuk menjalankan kekuasaan diserahkan pada orang yang mempunyai keahlian dalam bidang kerja masing-masing. Wewenang yang dilimpahkan dibatasi mengenai bidang teknis yang memerlukan keahlian tertentu secara khusus.

PENTINGNYA ORGANISASI SEKOLAH
Sekolah sebagai lembaga pendidikan sesudah semestinya mempunyai organisasi yang baik agar tujuan pendidikan formal ini tercapai sepenuhnya. Kita mengetahui unsur personal di dalam lingkungan sekolah adalah, kepala sekolah, guru, karyawan, dan murid. Di samping itu sekolah sebagai lembaga pendidikan formal ada di bawah instansi atasan baik itu kantor dinas atau kantor wilayah departemen yang bersangkutan. Di negara kita, kepala sekolah adalah jabatan tertinggi di sekolah itu, sehingga ia berperan sebagai pemimpin sekolah dan dalam struktur organisasi sekolah ia didudukkan pada tempat paling atas.
Organisasi sekolah yang baik menghendaki agar tugas-tugas dan tanggung jawab dalam menjalankan penyelenggaraan sekolah untuk mencapai tujuannya dibagi secara merata dengan baik sesuai dengan kemampuan, fungsi, dan wewenang yang telah ditentukan. Melalui struktur organisasi yang ada tersebut orang akan mengetahui apa tugas dan wewenang kepala sekolah, apa tugas guru, apa tugas karyawan sekolah (yang biasa dikenal sebagai pengawai tata usaha).
Demikian juga terlihat apakah di suatu sekolah dibentuk satuan tugas (unit kerja) tertentu seperti bagian UKS (Usaha Keaehatan Sekolah), bagian perpustakaan, bagian kepramukaan, dan lain-lain sehingga keadaan ini tentunya akan memperlancar jalannya "roda" pendidikan di sekolah tersebut.
Dengan organisasi yang baik dapat dihindari tindakan kepala sekolah yang menunjukkan kekuasaan yang berlebihan (otoriter); suasana kerja dapat lebih berjiwa demokratis karena timbulnya partisipasi aktif dari semua pihak yang bertanggung jawab. Partisipasi aktif yang mendidik (pedagogis) dapat digiatkan melalui kegairahan murid sendiri yang bergerak dengan wadah OSIS (Organisasi Siswa Intra Sekolah). Oleh karena itu di dalam memikirkan pembentukan organisasi sekolah, maka fungsi dan peranan OSIS tidak boleh dilupakan.







BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Lembaga pendidikan adalah badan atau instnasi baik negeri maupun swasta yang melaksanakan kegaiatan mendidik atau usaha pendidikan. Terbentuknya lembaga pendidikan menuntut adanya beberapa komponen yang saling terkait dan bekerjasama untuk mencapai tujuan. Komponen yang dimaksud adalah:
1. Siswa
2. Guru
3. Kurukulum
4. Sarana dan Prasarana
5. Pengelola
Berdasar penyelanggaraanya lembaga pendidikan menjadi dua yaitu lembaga pendidikan negeri dan swasta. Lembaga pendidikan negeri diselengarakan antara lain oleh departemen pendidikan dan kebudayaan, departemen agama, departemen hankam, departemen kesehatan, departemen dalam negeri, dll. Sedangkan lembaga pendidikan swasta diselenggrakan oleh badan atau yayasan swasta.
Usaha pengorganisasian sekolah adalah sebagai usaha untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja bermuara pada produktivitas kerja yang terarah pada tujuan institusional masing-masing. Sekolah sebagai organisasi kerja yang didalamnya bekerjasama sejumlah personal sangat tergantung pada manuasia yang menjadi penggeraknya. Sebuah sekolah harus diorganisasi sebagai lembaga pendidikan untuk mencapai tujauan institusional tersebut. Untuk itu pengorganisasian sebuah sekolah harus difokuskan pada usaha mengarahkan semua kemampuan, untuk membantu perkembangan potensi yang dimiliki anak-anak secara maksimal, agar berguna bagi dirinya sendiri dan masyarakatnya.
B. SARAN
Dengan organisasi sekolah ini diharapakan terjadi pembidangan dan pembagian kerja sebagai kegiatan pengendalian sehingga memungkinkan terjalinnya kerjasama antara kepala sekolah dengan wakil kepala sekolah dan semua wali kelas bahkan dengan guru dan murid, antar wali kelas, antar guru dan sebagainya.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2008. Manajemen Pendidikan. Yogyakarta: Aditya Media.
Nawawi, Hadari. 1989. Organisasi Kelas sebagai Lembaga Pendidikan. Jakarta: Haji Masagung.

1 komentar: